Pendekatan Participatory Action Research (PAR), Sebagai Bentuk Rencana Aksi Sistematik Dalam Keberlanjutan Program Kakao Lestari Di Kabupaten Jembrana

Proses Participatory Action Research (PAR) atau Riset Aksi Partisipatif merupakan penelitian yang melibatkan secara aktif semua pihak-pihak yang relevan (stakeholders) dalam mengkaji tindakan yang sedang berlangsung (dimana pengalaman mereka sendiri sebagai objek) dalam rangka melakukan perubahan dan perbaikan ke arah yang lebih baik. Untuk itu, komponen harus melakukan refleksi kritis terhadap konteks perjalanan program. PAR dilakukan sebagai salah satu harapan untuk mendapatkan perubahan yang diinginkan oleh semua pihak. PAR merupakan sebuah siklus yang didalamnya mencakup kegiatan intervensi (oleh karenanya dinamakan action research).

Dalam penelitian ini menganalisa penyebaran kakao di masing-masing kecamatan dengan kondisi peremajaan dan sebaran hama dan penyakit akibat terjadinya pergeseran musim panen sebagai dampak dari iklim. Informasi detail untuk mengetahui relevansi antara penerapan praktek GAP dan peningkatan produksi selama 2 tahun terakhir. Perubahan ini patut untuk direkam dalam rapid assisment kepada beberapa subak dan petani kunci di beberapa subak untuk dijadikan sebagai catatan pembelajaran penting bagi petani lainnya dalam melakukan perubahan di tingkat kebun. Semua data/informasi ini akan ditangkap dalam sebuah proses Participatory Action Research (PAR) atau Riset Aksi Partisipatif.

Tingkat keterlibatan mitra/petani kakao sangat penting dalam penelitian PAR (yaitu melakukan perbaikan) agar dapat dicapai melalui pembelajaran bersama. Semua komponen yang terlibat dalam program, duduk bersama untuk sharing dan membangun solusi bersama sehingga dapat dilakukan intervensi untuk perbaikan. Metoda PAR ini akan dipergunakan sebagai salah satu metoda dalam penggalian informasi yang terkait dengan perkembangan program kakao lestari melalui berbagai proses FGD atau pebligbagan dengan anggota subak dan beberapa komponen relevan lainnya.

Hasil riset dapat dipergunakan sebagai rekomendasi bagi semua komponen yang terlibat dalam program, termasuk petani sehingga secara perlahan petani dapat melakukan upaya terhadap adaptasi iklim (climate adaptation) sebagai bagian dari keberlanjutan program. Riset partisipasi ini juga dapat memberikan informasi perkembangan dan pemetaan program secara lebih riil. Sejak tahun 2011, program kakao lestari dibangun, dijalankan dan diperkuat bersama dalam bingkai saling berbenah dan antar komponen mulai dari petani, pemerintah, koperasi, legislatif, swasta, pendamping dan pihak donor program. Aspek hulu – hilir menjadi konsentrasi utama program. Selain penguatan di tingkat petani, pranata sosial Subak Abian, dan Koperasi sebagai pemegang sertifikat juga mendapatkan proses penguatan kapasitas, sehingga mampu memberikan nuansa pembelajaran akan proses pemberdayaan menjadi semakin riil dan kuat. Motivasi petani untuk mengimplementasikan program kakao berkelanjutan di Kabupaten Jembrana menjadi media gerakan penyadaran akan pentingnya komoditi ini tumbuh dan berkembang lestari di ’Bumi Mekepung’ Jembrana.

Proses perbaikan dilakukan seiring berjalannya proses sertifikasi dari tahun ke tahun. Tahun 2013, koperasi telah berhasil kembali mempertahankan sertifikat UTZ di tahun ke 2. Ini berarti tantangan semakin besar, terutama upaya membangun mekanisme pasar yang mampu menghargai kerja keras petani dalam melakukan perubahan. Posisi tawar koperasi terhadap harga dan pilihan pasar menjadi lebih kuat. Koperasi tidak bergantung dengan hanya satu pasar. Proses seleksi pasar yang berkomitmen memberikan penghargaan dalam bentuk premi kepada petani, masih terus dan terus diperjuangkan. Koperasi saat ini telah mampu menjadi rujukan untuk tujuan studi komprehensif dari berbagai daerah di Indonesia, yang tentunya mampu memberikan semangat untuk memperbaiki sistem secara berkelanjutan.